Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Barat melalui Suku Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) mengadakan sosialisasi pencegahan kekerasan perempuan dan anak yang berlangsung di Ruang Ali Sadikin, Kantor Walikota Jakarta Barat, Kamis (12/7).
Mewakili Walikota Jakarta Barat, Uus Kuswanto, Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat, Abdurahman Anwar mengatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, membela dan menjamin hak asasi manusia setiap warga negara, tanpa terkecuali perempuan dan anak.
Dijelaskan, kasus kekerasan perempuan dan anak terus mengalami peningkatan setiap waktu. Berdasarkan data Dinas PPAPP Provinsi DKI Jakarta, per Oktober 2023, untuk wilayah Jakarta Barat, tercatat korban kekerasan anak laki-laki berjumlah 13 anak dan korban kekerasan anak perempuan sebanyak 32 anak, sementara kasus kekerasan pada perempuan berjumlah 40 korban.
"Jumlah kasusnya seperti fenomena gunung es. Lalu apa yang menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, kita harus mengetahui penyebabnya dan dicarikan upaya pencegahan dan penanganannya," tuturnya.
Ia menambahkan, pencegahan kekerasan perempuan dan anak tentunya melibatkan lapisan masyarakat, sekaligus memberikan penekanan bahwa setiap tindak kekerasan, termasuk kekerasan seksual, adalah kejahatan. Sedangkan pemerintah berperan membuat kebijakan yang memberikan perlindungan terhadap korban, mencabut kebijakan yang deskriminatif, dan memberikan pendidikan secara komprehensif.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Dinas PPAPP Provinsi DKI Jakarta, Ibni Sholeh mengapresiasi pelaksanaan talkshow pencegahan kekerasan perempuan dan anak dalam rangka Gerakan 16 Hari Kampanye Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Tahun 2023 yang dilaksanakan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Barat.
Ia menyebutkan bahwa kekerasan perempuan dan anak penyandang disabilitas menjadi salah satu isu strategis nasional, termasuk DKI Jakarta. Penyandang disabilitas menjadi salah satu komponen masyarakat yang memiliki kerentanan lebih tinggi dibanding masyarakat non disabilitas, salah satunya kerentanan terhadap kekerasan.
"Kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan disabilitas memiliki karakteristik yang berbeda bila dibandingkan perempuan non disabilitas," ujarnya.
Ibni Sholeh melanjutkan, kekerasan perempuan dan anak disabilitas diakibatkan kerentanan yang berlapis. Pertama, perempuan dalam kultur, artinya dijadikan objek seksual. Kedua, perempuan dengan disabilitas oleh masyarakat dipandang tidak mampu menjalankan peran domestik dengan baik.
Berdasarkan data Dinas PPAPP DKI Jakarta Tahun 2022, kasus kekerasan perempuan dan anak, didalamnya termasuk disabilitas, yang dilayani sebanyak 1455 kasus. 47,2% diantaranya kasus kekerasan terhadap perempuan dan 52,7 % kasus kekerasan terhadap anak.
"Jika dilihat dari tahun ke tahun, misalnya data tahun 2019-2022, menunjukkan ada kenaikan jumlah kasus, baik perempuan dan anak disabilitas. Ini bukan berarti kasusnya naik, bisa jadi yang semula korban tidak berani melapor, sekarang melapor. Karena ada edukasi dan sosialisasi," paparnya.
Sosialisasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak dihadiri oleh ratusan peserta yang berasak dari kader dasawisma, PKK, pengelola RPTRA, pendamping warga binaan sosial Panti Bina Grahita Pegadungan dan Bina Daksa Cengkareng.
Kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber yakni Direktur Eksekutif Yayasan Pulih Yosephin Dian Indraswari dan Paralegal Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA ) Firhan Tholib. (why)