Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Barat berhasil mencapai target penerimaan pajak 100 persen di seluruh unit kerjanya.
Dengan target penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar Rp 64,5 triliun, Kanwil DJP Jakarta Barat mencatatkan penerimaan bruto sebesar Rp72,2 triliun dan penerimaan neto sebesar Rp64,7 triliun atau 100,26 persen dari target, dengan pertumbuhan neto sebesar 9,25 persen
Berdasarkan jenis pajak, capaian di atas terdiri dari Pajak Penghasilan sebesar Rp29,12 triliun, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebesar Rp35,44 triliun, dan Pajak lainnya sebesar Rp131,1 miliar.
Empat sektor kegiatan usaha di Jakarta Barat yang memberi kontribusi dominan sebesar 75,99% terhadap realisasi penerimaan adalah sektor perdagangan sebesar Rp32,22 triliun (49,80%), sektor industri pengolahan sebesar Rp9,31 triliun (14,39%), sektor pengangkutan pergudangan sebesar Rp4,25 triliun (6,57%), dan sektor konstruksi sebesar Rp3,37 triliun (5,22%).
Dari sisi kepatuhan pelaporan SPT Tahunan, kinerja penerimaan SPT Tahunan Kanwil DJP Jakarta Barat sampai dengan 31 Desember 2024 telah mencapai 90,52%, atau telah menerima 373.467 SPT Tahunan dari target sebanyak 412.582 SPT.
Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat, Farid Bachtiar menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh Wajib Pajak (WP) atas kontribusi dan kepatuhannya serta dukungan dari seluruh pengampu kepentingan.
"Kami mengucapkan terima kasih pada WP di Jakarta Barat yang telah berkontribusi dalam pembangunan," katanya saat konferensi pers Pers Forum Assets Liabilities Committee (ALCO) Regional DKI Jakarta, Rabu ( 22/1)
Sementara, Kepala Seksi Data dan Potensi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Timur, Dwi Krisnanto, menyampaikan capaian penerimaan pajak wilayah DKI Jakarta hingga 31 Desember 2024 mencapai Rp1.355,07 triliun, atau meningkat 112,30% dari target pajak 2024.
"Pendapatan pajak secara neto masih tumbuh positif sebesar 1.67%(yoy) karena didorong kinerja PPN yang tumbuh sangat baik karena konsumsi domestik yang terjaga," ujarnya.
PPh Non Migas masih berada di zona negatif akibat terkontraksinya PPh 25/29 Badan. PPh masih mengalami kontraksi akibat penurunan lifting minyak dan gas bumi. Sedangkan penerimaan PBB dan Pajak Lainnya turun akibat tidak terulangnya pembayaran tagihan pajak di tahun 2024. (why)