Untuk menekan pencemaran Kali Ciliwung, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta memberikan edukasi Pelatihan Pengelolaan Lingkungan Hidup kegiatan Usaha Kuliner Skala SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan) DAS Ciliwung, di Ruang Ali Sadikin, Kantor Wali Kota Jakarta Barat, Selasa (9/9).
Ketua Subkelompok Pencegahan Pencemaran Lingkungan DLH DKI, Tiyana Brotoadi mengatakan kegiatan ditujukan kepada para pelaku usaha khususnya kuliner untuk menekan pencemaran Kali Ciliwung di wilayah Jakarta Barat.
"Kegiatan ini digelar untuk menekan pencemaran sungai Ciliwung yang kondisinya sudah masuk kategori tercemar berat," ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya memberikan edukasi proses pengelolaan sampah kepada pelaku usaha berskala kecil, khususnya restoran, sebagai salah satu sumber dominan limbah di Jakarta Barat.
Untuk diketahui, ada sebelas kelurahan di wilayah Jakarta Barat yang dilintasi kali Ciliwung. Yakni Kelurahan Kota Bambu Selatan, Kota Bambu Utara, Jati Pulo, Slipi Kecamatan Palmerah, Kelurahan Kalianyar, Jembatan Besi, Angke Kecamatan Tambora, Kelurahan Tomang, Grogol, Jelambar dan Jelambar Baru Kecamatan Grogol Petamburan.
"Jadi kami di sini melakukan pelatihan dan pembinaan ke teman-teman kegiatan usaha yang menjadi sumber pencemaran sungai Ciliwung. Teman-teman SKPD (satuan kerja perangkat daerah), jadi nanti kami berkolaborasi melakukan pembinaan. Terus memberikan edukasi ke mereka terkait teknologi apa yang harus dipakai," imbuhnya.
Terkait ini, Dinas Lingkungan Hidup DKI mencatat, komposisi usaha skala kecil dengan SPPL lebih banyak dibanding usaha berskala besar dengan izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Jenis usaha kuliner seperti warung makan, restoran, hingga usaha sablon dan laundry disebut Tiyana sebagai penyumbang utama pencemaran.
Dijelaskan Tiyana, pihaknya menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan sejumlah SKPD untuk mengembangkan solusi kolaboratif.
"Saya sudah koordinasi dengan pihak Sumber Daya Air (SDA). Kayak tadi sudah disampaikan ya, bisa enggak pakai pipa komunal yang udah disediakan itu, tinggal kami sambung ke pipa. Nah itu bisa," jelas Tiyana.
Lebih lanjut, Tiyana menambahkan dampak pencemaran sungai dirasakan langsung masyarakat sekitar bantaran kali. Mulai dari air keruh, penyakit kulit, hingga rendahnya kualitas hidup warga bantaran sungai.
“Kita ingin warga ikut berperan aktif mengelola limbah agar Jakarta bisa menjadi kota global dengan kualitas lingkungan lebih baik,” katanya.
Kolaborasi lintas dinas dan komunitas diharapkan dapat mendorong budaya baru dalam pengelolaan sampah dan limbah cair, khususnya minyak jelantah dan sampah organik dari usaha kuliner di wilayah. (Aji)