Sebanyak seratus lebih peserta mengikuti Pelatihan Pengelolaan Lingkungan Hidup kegiatan Usaha Kuliner Skala SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan) DAS Ciliwung, di Ruang Ali Sadikin, Kantor Wali Kota Jakarta Barat, Selasa (9/9).
Para peserta merupakan pelaku usaha kuliner UMKM dan perangkat kelurahan dari sebelas kelurahan di wilaah Jakarta Barat yang dilintasi kali Ciliwung. Yakni Kelurahan Kota Bambu Selatan-Utara, Jati Pulo, Slipi Kecamatan Palmerah, Kelurahan Kalianyar, Jembatan Besi, Angke Kecamatan Tambora, Kelurahan Tomang, Grogol, Jelambar dan Jelambar Baru Kecamatan Grogol Petamburan.
Kegiatan yang diinisiasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta ini dibuka Kepala Bagian Perekonomian Setko Jakarta Barat Febriandri Suharto. Menghadirkan narasumber dari BRIN, yakni, Wiharja, Ahmad Shoiful, Reba Anindyajati P, Prasetyadi, Setyo D Nugraha dari PPLH IPB dan Tiyana Brotoadi, Ketua Subkelompok Pencegahan Pencemaran Lingkungan DLH DKI. Hadir Kabar Pembagunan dan Lingkungan Hidup (PLH) Kota Jakbar Sefri Dwipayudha dan Kasudis LH Jakbar Achmad Hariadi.
Pada sambutannya, Kabag Perekonomian Jakbar Febriandri Suharto mengatakan isu lingkungan, baik pencemaran air, udara maupun kelestarian ekosistem merupakan salah satu tantangan bagi Jakarta dan selalu menjadi perhatian dari Pemprov DKI. Perbaikan kualitas lingkungan hidup merupakan salah satu prioritas utama dalam rencana pembangunan DKI Jakarta selama lima tahun ke depan.
Diungkakan Febri, berdasarkan hasil Kajian Inventarisasi Sumber Pencemar Sungai Ciliwung tahun 2024 yang dilakukan oleh DLH DKI ditemukan, terdapat 7.888 sumber pencemar di sepanjang 500 meter kiri-kanan aliran sungai. Sebagian besar, termasuk di segmen Jakarta Barat adalah kegiatan UMKM usaha kuliner dengan dokumen lingkungan hanya berupa SPPL.
“Kita menyadari bahwa sektor kuliner berperan besar dalam perekonomian daerah, tetapi di sisi lain juga memiliki potensi dampak terhadap lingkungan, seperti limbah cair, sampah makanan, dan emisi yang dihasilkan dari penggunaan energi,” katanya.
Hasil kajian tersebut, sambung Febri, menjadi pengingat bahwa semua memiliki tanggung jawab untuk mengelola kegiatan usaha secara lebih ramah lingkungan, agar potensi pencemaran dapat ditekan dan kualitas lingkungan di wilayah kita dapat meningkat.
Lebih lanjut dikatakan Febri, pelatihan ini merupakan bagian dari rangkaian Program Pembinaan Lingkungan Hidup yang diberi nama ECO Act – Education, Collaboration, dan Action yang diinisiasi oleh DLH DKI. Program ini adalah upaya strategis pengelolaan lingkungan hidup dengan prioritas utama menyasar kepada pelaku usaha dengan skala SPPL.
“Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan kemampuan para pelaku usaha dalam mengelola dampak lingkungan sekaligus mendukung pengendalian pencemaran di Jakarta. Melalui program pembinaan lingkungan hidup, kami berharap para pelaku usaha tidak hanya taat terhadap regulasi, tetapi juga mampu menerapkan praktik ramah lingkungan. Inilah saatnya kita bergerak bersama, menjadikan usaha kuliner khususnya di Jakarta Barat sebagai contoh bisnis yang sukses sekaligus peduli terhadap kelestarian lingkungan,” ujar Febri.
Ia menambahkan, perubahan besar selalu dimulai dari langkah-langkah kecil yang dilakukan bersama-sama dan konsisten, seperti pengelolaan limbah cair yang tepat guna, pengurangan sampah makanan, dan efisiensi energi, dapat menciptakan dampak positif yang nyata, bukan hanya bagi lingkungan, tetapi juga bagi keberlanjutan usaha kita sendiri.
“Melalui kolaborasi semua pihak, pemerintah, pelaku usaha, akademisi, komunitas dan media, kita optimis dapat mewujudkan Jakarta Barat yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan. Kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada para pihak yang telah mendukung terlaksananya kegiatan ini,” pungkasnya. (Aji)


                                
                                        
                                        
                                        



