Suku Dinas (Sudis) Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Jakarta Barat memberi perhatian khusus terhadap masalah penanganan anak berperilaku menyimpang.
Kasudis PPAPP Jakbar, Aswarni, menegaskan anak berperilaku menyimpang adalah korban yang perlu mendapat perhatian.
"Anak berperilaku menyimpang dikatakan sebagai korban karena perilaku tersebut merupakan efek sistemik dari lingkungan keluarga atau lingkungan sosial anak," tandas Aswarni, saat dihubungi, Jumat (18/8).
Oleh karena itu, sambungnya, hukuman keras kepada anak yang melakukan perbuatan menyimpang merupakan bentuk diskriminasi kepada anak.
"Misalnya anak yang tersandung masalah di sekolah, misalnya anaknya hamil atau anak terlibat tawuran dan penyimpangan lain. Jadi pihak sekolah itu tidak boleh memberhentikan anak itu," tegas Aswarni.
Pihaknya beralasan karena anak yang berperilaku menyimpang tetap punya hak untuk mengenyam pendidikan atau bersekolah.
"Intinya anak yang bermasalah, mereka itu adalah korban. Mungkin kalau ditelusuri orang tua mereka di rumah tidak harmonis atau lingkungan membentuk anak menjadi seperti itu (menyimpang)," tuturnya.
Lebih lanjut dikatakan, terkait penyelesaian anak berperilaku menyimpang, Aswarni menawarkan pendekatan yang lebih jauh, terutama oleh pihak sekolah.
"Pendekatan yang dimaksud ya itu tadi, ditelusuri latar belakang keluarga dan sosial anak," ujarnya.
Hal tersebut dilakukan untuk mendeteksi penyebab perilaku menyimpang anak.
"Kenapa mereka terlibat tawuran atau terlibat perilaku menyimpang lain. Mereka juga tidak boleh diperlakukan secara diskriminatif di sekolah, tidak boleh diberi label buruk atau distigmatisasi," tegas Aswarni.
Menurutnya, mengeluarkan anak dari sekolah tidak menyelesaikan masalah dan menghentikan perilaku menyimpang anak.
"Penyelesaiannya tidak bisa selesai di sekolah. Harus ada komunikasi lebih dalam dengan orang tua. Jadi, semua pihak yang bertanggungjawab juga mesti bahu-membahu mengatasi anak berperilaku menyimpang itu, sehingga bisa dicarikan solusi bersama." ungkapnya.
Sebelumnya, Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas 1 Jakarta Barat mencatat sebanyak 424 kasus dengan anak sebagai pelaku dari tahun Januari 2022 - Juni 2023.
"Pada tahun 2022 total ada 329 kasus (anak sebagai pelaku). Untuk diversi (penyelesaian kasus di luar persidangan) ada 104 kasus dan lanjut persidangan 103 kasus. Sisanya (122 kasus) permintaan integrasi dari lembaga pemasyarakatan (Lapas)," ungkap Kepala Bapas Kelas I Jakbar, Sri Susilarti, Senin (3/7).
Dia menyebut, pada semester awal tahun 2023 ada 95 permintaan (kasus). Dari 95 kasus tersebut ada 34 kasus yang diversi. Selanjutnya, hingga bulan Juli ada 18 kasus yang ke persidangan, tetapi yang baru ada 11 yang sampai pengadilan.
"Jadi, jumlah keseluruhan dari 2022 sampai 2023 itu ada 424 kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku. Dari 424 kasus tersebut, sebanyak 134 kasus berhasil diversi atau menempuh jalur mediasi," sebutnya, (Aji)