Lahan Kosong di RW 07 Kembangan Utara Dimanfaatkan untuk Pertanian
Lahan kosong seluas sekitar 400 meter persegi di permukiman padat penduduk lingkungan RW 07 Kelurahan Kembangan Utara Kecamatan Kembangan Jakarta Barat, dimanfaatkan untuk pertanian perkotaan atau urban farming. Lahan tersebut dimanfaatkan Kelompok Tani (Poktan) GSG 07 untuk bercocok tanam berbagai jenis tanaman, seperti kacang panjang, tomat, caisim, kangkung dan dilengkapi kolam yang diisi ikan nila. Kangkung dan caisim paling sering dipanen karena hanya memerlukan waktu tiga pekan sejak ditanam. Kasudis Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) Jakarta Barat, Iwan Indriyanto, menjelaskan pihaknya sangat mendukung poktan dengan memberikan pendampingan, seperti cara bercocok tanam, penanganan hama dan lainnya, termasuk pemberian bibit tanaman baru dan ikan nila. "Di sini sudah mulai ada kemandirian. Ke depan, kami berharap lebih berkembang lagi, jadi kawasan pemukiman yang asri dan bisa berproduksi sayuran sehat, bisa dikonsumsi warga, serta ada pergerakan ekonomi," ujar Iwan, Rabu (12/2). Dari hasil pertanian perkotaan ini minimal untuk kebutuhan rumah tangga warga sekitar, terlebih komoditas yang yang dihasilkan aman, karena tidak menggunakan pestisida. Sementara itu Ketua Poktan GSG 07, Kasmin, mengungkapkan pertanian perkotaan di kaawsan tersebut dimulai September 2019 lalu. Lahan milik perusahaan tersebut sebelumnya kosong. Bersama warga lainnya ia meminta izin memanfaatkan lahan tersebut untuk bertani atau berkebun dan hasilnya bisa dikonsumsi warga sendiri. "Saat ini anggotanya baru 12 orang dan Alhamdulillah warga di sini sudah mulai condong untuk bertani atau berkebun. Bagi ingin bergabung silakan, itu lebih bagus, karena akan terjalin kerukunan," ujarnya. "Tanaman di sini tidak menggunakan pestisida atau obat obatan, jadi aman untuk dikonsumsi.†Lebih lanjut dikatakan, tanaman kangkung sudah tujuh kali panen. Untuk panen pertama, diberikan kepada warga sekitar. Panen berikutnya dijual Rp 2.500 per ikat untuk warga setempat. Lebih murah dibanding di pasar yang harganya berkisar Rp 3.000-3.500 per ikat. “Tapi memang itu belum bisa memenuhi kebutuhan warga sekitar, sehingga belum sampai dipasarkan keluar. Sekali panen berkisar Rp 400 hingga 500 ribu. Uang tersebut digunakan untuk membeli bibit, lampu, bikin kolam ikan dan sebagainya," tuturnya. (Aji)